Tuesday, June 10, 2014

MOBEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING







MOBEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING



Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu:Drs. Suharso M.Pd., Kons.
Rombel:50


Oleh:
Febri Ahmad Darmawan     6301412016
Pendidikan Kepelatihan Olahraga, S1








MATA KULIAH DASAR KEPEMDIDIKAN (MKDK)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
A.  Model-model Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan
            Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifatteoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagii suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS.
1.    Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan  dengan  menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2.    William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut  bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kulikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, dan cita-cita siswa.
3.    John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan rangka bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan.
4.    Donal G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5.    Wilson Little dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam  mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6.    Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendiskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa  di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Metode ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar pribadi.
7.    Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok  dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulkan dan wawancara konseling.
8.    Arthur J, Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan  pengumpulan data serta wawancara.
9.    Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan di sekolah memberikan tekanan pada pengembangan  kepribadian peserta didik, tetapi dilapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan  efektivitas proses belajar mengajar di kelas.
10.  Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menujukan perkembangan kepribaduian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup dan sikap-sikap.
11.  Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini adalah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidup.
            Kehas berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoretis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika yaitu:
1.      Organisasi professional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling dari pada layanan bimbingan pada umumnya.
2.      Pembelajaran konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur
3.      Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
4.      Pemikirannya teoritis
5.      Terdapat anggapan

B.  Pola-pola Bimbingan
            Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yang di bei nama:
1.      Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidikan dapat menyumbang pada perkembangan keperibadian masing-masing siswa.  Ujung pelayanan bimbingan dilihat  sebagi program yang kontinyu dan bersambunga yang ditujukan kepada semua siswa.
2.      Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkembang khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
3.      Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan  perkembangan kepribadian tidak dapat di ukur melalaui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4.      Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan hidup lebih bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidikan di institusi pendidikan dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidik.
C.    Pola Umum 17 Plus
Pola dasar dalam bimbingan dan konseling yang saat ini dilaksanakan di lingkungan pendidikan tingkat SLTP dan SLTA digambarkan dalam matriks berikut:
 


Daftar pustaka

Mugiarso, Heru. 2012. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Universitas Negeri  Semarang Press.

No comments:

Post a Comment