RASIONEL PERLUNYA BIMBINGAN DAN KONSELING DITINJAU DARI KONSTITUSIONAL,
FILSAFAT DAN PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA
Artikel ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu: Drs. Suharso,
M.Pd.
Rombel: 50
Oleh:
Muh. Soni Haryadi 5201412075
MATA KULIAH DASAR KEPENDIDIKAN (MKDK)
2014
PENDAHULUAN
Bimbingan/Guidance merupakan
salah satu bidang dan program dari pendidikan dan program ini ditujukan untuk
membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Menurut Hamrin dan Nericson dalam
Laksmi (2003:1)”...bimbingan sebagai salah satu aspek dari pendidikan diarahkan
terutama pada membantu para peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan
situasi yang dihadapinya saat ini dan dapat merencanakan masa depannya sesuai
dengan minat, kemampuan kan kebutuhan sosialnya. Dari berbagai pengertian
bimbingan yang dikemukakan para ahli, kata bimbingan dapat disimpulkan sebagai
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang yang ahli kepada seseorang
atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa, agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan
memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku (Heru Mugiarso dkk, 2012:3).
Sementara itu, kata konseling juga didefinisikan para ahli dan secara
umum dirumuskan dengan singkat bahwa konseling adalah suatu proses memberikan
bantuan melalui wawancara oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu
yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah atau persoalan yang dihadapi oleh klien (Heru Mugiarso dkk,
2012:5). Dengan memperhatikan keduanya jelaslah bahwa konseling merupakan salah
satu teknik pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan
memberikan bantuan secara individual (face
to face relationship). Bimbingan dan Konseling memiliki hubungan yang sangat
erat dan berkaitan satu sama lain, hanya saja perbedaannya terletak di dalam
tingkatannya.
Ada anggapan bahwa Bimbingan dan Konseling identik dengan pendidikan,
sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakannya, karena
sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Sementara ada juga yang menganggap
pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling memiliki derajat dan tujuan
yang sama dengan pelayanan pendidikan yaitu mengantarkan peserta didik untuk
memperoleh perkembangan diri secara optimal. Perbendaan terletak pada
pelaksanaan tugas dan fungsinya, di mana masing-masing mempunyai karakteristik
tugas dan fungsi yang berbeda atau khas. Ada juga yang menganggap bimbingan dan
konseling merupakan “polisi sekolah” yang kadang seorang ahli konseling
(konselor) diserahi tugas untuk mengusut masalah kriminalitas, bahkan diberi
wewenang bagi peserta didik yang bersalah.
Terdapat beberapa kesalahpahaman yang saat ini masih terjadi mengenai
Bimbingan dan Konseling, karena adanya kemungkinan penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling dilakukan dengan prosedur yang salah, asal-asalan, dan tidak
ditangani oleh seorang yang bukan ahli dibidangnya. Oleh karena itu, sebagai bentuk
usaha untuk memberikan pemahaman atau persepsi yang positif tentang Bimbingan
dan Konseling, akan dijelaskan mengenai beberapa landasan yang digunakan untuk
melakukan suatu kegiatan Bimbingan dan Konseling khususnya dalam bidang
pendidikan di Indonesia.
A.
Bimbingan dan Konseling ditinjau dari konstitusional
Bimbingan dan Konseling berdasarkan
pada Pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan” dan pasal 28C ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat IPTEK, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan manusia”. Hal
tersebut sesuai dengan hakikat bimbingan yaitu suatu bantuan yang diberikan
oleh para ahli kepada individu atau kelompok yang dibimbing agar dapat
mengembangkan dirinya dengan optimal dan bisa memanfaatkan kemampuan yang
dimiliki sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Sementara itu, hakikat konseling yaitu
suatu proses interaksi antara konselor dan indvidu atau kelompok (klien) agar
saling memahami, yang sifatnya dinamis dan diperlukan alokasi waktu yang
relatif lama dengan tujuan mengubah individu atau kelompok (klien) menuju arah
yang lebih baik. Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 tentang sistem
pendidikan nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi
konselor. Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, pemberi fasilitas dan instruktur.
Dalam pelaksanaan
pendidikan untuk memperoleh IPTEK, manusia membutuhkan moral yang baik agar
dapat membentengi ilmu yang didapat nantinya supaya tidak disalahgunakan atau
membahayakan kehidupan manusia lainnya, sehingga para peserta didik perlu mendapatkan
bimbingan dan diarahkan supaya mereka mengetahui hal-hal baik dan buruk, boleh
dan tidak boleh, karena itulah Bimbingan dan Konseling menjadi keperluan bahkan
kebutuhan pokok bagi hidup manusia.
B.
Bimbingan dan Konseling ditinjau dari Filsafat
Perkembangan
ilmu yang pesat telah memberikan banyak manfaat kepada manusia dan juga bisa
memberikan kerugian kepada manusia. Di sisi lainnya, perkembangan ilmu sering
melupakan faktor adanya manusia, sehingga bisa dikatakan ilmu bukan lagi
berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan keberadaan
ilmu hanya untuk ilmu itu sendiri tanpa mempedulikan apakah ia berguna atau merugikan
bagi manusia. Keberadaan ilmu yang bebas nilai tersebut akan membawa dampak
yang negatif bagi manusia jika pelaksanaan atau prakteknya juga bebas nilai.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan
bekal pengetahuan dasar tentang nilai moral yang sesuai dengan norma-norma yang
berlaku, supaya manusia tidak menggunakan ilmu sebagai penghancur atau
pengrusak suatu sistem di bumi ini. Dalam hal ini, kegiatan yang sangat dibutuhkan
adalah kegiatan bimbingan dan konseling untuk membantu manusia tetap dapat
berkembang secara optimal namun, tetap dalam norma-norma yang berlaku. Dalam
prakteknya, ilmu tetap harus memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan norma-norma
yang berlaku di masyarakat.
C.
Bimbingan Dan Konseling Ditinjau Dari Perkembangan Sosial Budaya
Saat
ini keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia sekarang semakin kompleks. Hal
tersebut akan meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi remaja dan pemuda,
karena kehidupan yang terlalu berorientasi pada kemajuan dalam bidang material.
Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi berkembangnya masalah-masalah pribadi
yang kurang nyaman seperti perasaan cemas, stress,
perasaan terasing serta sering terjadi penyimpangan moral dalam sistem nilai. Era
globalisasi telah membawa perubahan dalam beberapa bidang seperti sosial
budaya. Dalam dunia yang sudah sangat global ini, manusia harus dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Meskipun sudah ada sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal di negara Indonesia yang mendidik dan menyiapkan
peserta didik supaya dapat menyesuaikan diri di masyarakat dan dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan hidupnya, namun sebenarnya itu masih belum cukup.
Siswa membutuhkan layanan bimbingan dan konseling bersamaan dengan masa
pendidikannya di sekolah karena bimbingan dan konseling akan sangat membantu
mereka lebih mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya karena dalam
bimbingan dan konseling itu mereka akan secara khusus diberi tugas dan tanggung
jawab untuk memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan berbagai masalah
pribadi yang jika tidak ditindaklanjuti akan dapat menghambat proses
perkembangan diri siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru. 2012. Bimbingan
dan Konseling. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
No comments:
Post a Comment