Tuesday, June 10, 2014

PEKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI BIMBINGAN DAN KONSELING









PEKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI BIMBINGAN DAN KONSELING



Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu:Drs. Suharso M.Pd., Kons.
Rombel:50


Oleh:
Febri Ahmad Darmawan     6301412016
Pendidikan Kepelatihan Olahraga, S1







MATA KULIAH DASAR KEPEMDIDIKAN (MKDK)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
A.      Perkembangan Bimbingan dan Konseling
            Gerakan bimbingan lahir pada tanggal 13 Januari 1908 di Amerika, dengan didirikannya suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”. yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada  dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi dengan memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.
            Eli Weaver pada tahun 1905 mendirikan sebuah komite yang diketuainya sendiri yaitu Students Aid Committee Of The High School di New york. Dalam pengembangan komitenya, Weaver sampai pada kesimpulan bahwa siswa butuh saran dan konsultasi sebelum mereka masuk dunia kerja. Pada tahun 1920-an, para konselor sekolah di Boston dan New York diharapkan dapat membantu para siswa dalam memilih sekolah dan pekerjaan. Selama tahun 1920-an itu pula, sertifikasi konselor sekolah mulai diterapkan pada kedua kota tersebut.(Bimo Walgito,15:2010)
            Bimbingan Konseling mula-mulanya hanya dikenal sebatas pada bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance), sebagaimana peran dari Biro yang didirikan Frank Parson di Boston. Namun sebenarnya tidak hanya itu,di sisi lain perkembangan Bimbingan Konseling pun merambah kebidang pendidikan (Education Guidance) yang dirintis oleh Jasse B. Davis. dan sekarang dikenal pula adanya bimbingan dalam segi kepribadian (Personal Guidance).
            Miller (1961) meringkaskan perkembangan bimbingan dan konseling kedalam lima periode. Pada awal perkembangan gerakan bimbingan yang diprakasai oleh Frank Parson, pengertia bimbingan baru mencakup bimbingan jabatan. Pada tahap awal ini, yang umumnya disebut sebagai periode Parsoniam, bimbingan dilihat sebagai usaha mengumpulkan berbagi keterangan tentang individu dan tentang jabatan; kedua jenis keterangan itu kemudian dipasang – dicocokkan yang pada akhirnya menentukan jabatan apa yang paling cocok untuk individu yang dimaksudkan. Pada periode kedua, gerakan bimbingan lebih menekankan pada bimbingan pendidikan. Pada periode ketiga, pelayanan untuk penyesuaian diri mendapat perhatian utama. Periode keepat gerakan bimbingan menekankan pentingnya proses perkembangan individu. Periode berikutnya, ditandai sebagai periode kelima, tampak adanya dua arah yang berbeda, yaitu kecenderungan yang ingin kembali ke periode pertama dan kecenderungan yang lebih menekankan  pada rekonstruksi sosial (dan personal) dam rangka membantu pemecahan masalah yang di hadapi individu (Prayitno dkk, 109:1999)
            Di Indonesia sendiri, praktek  Bimbingan Konseling sebenarnya sudah lama diperankan, seperti berdirinya organisasi pemuda Budi Utomo pada tahun 1908, himgga pada periode selanjutnya berdirilah perguruan  Taman Siswa pada tahun 1922 yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara yang menanamkan nilai-nilai Nasionalisme di kalangan para siswanya.
            Di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang.
            Dengan diadakannya konferensi FKIP seluruh Indonesia yang berlangsung di Malang sejak tanggal 20-24 Agustus 1960, telah diputuskan bahwa Bimbingan dan Konseling dimasukkan dalam kurikulum FKIP. Hal tersebut menunjukkan adanya langkah yang lebih maju, yaitu Bimbingan dan Konseling sebagai suatu ilmu dikupas secara ilmiah.  Dengan adanya instruksi dari pihak pemerintah ( Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan) untuk melaksakan Bimbingan dan Konseling di sekolah-sekolah, telah membuat bimbingan dan konseling semakin maju di lingkungan sekolah.(Bimo Walgito,17:2010).
B.       Visi Misi Bimbingan dan Konseling
a)      Visi Bimbingan dan Konseling
            Visi pelayanan Bimbingan dan Konselingadalah terwujudnya kehidupankemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalampemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
b)      Misi Bimbingan dan Konseling
     Dalam Pelaksanaannnya Bimbingan dan Konseling mempunyai beberapa misi yang sangat penting, diantaranya sebagai berikut :
1. Misi Pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melaluipembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masadepan.
2. Misi Pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dankompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah, keluarga danmasyarakat.
3. Misi Pengentasan Masalah, yaitu memfasilitasi pengentasanmasalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
C.       Paradigma Bimbingan Konseling
            Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalambingkai budaya. Artinya pelayanan Konseling berdasarkan kaidah-kaidah ilmudan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapanpelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
            Pada intinya Paradigma bimbingan dan konseling meliputi hal berikut :
•BK merupakan pelayanan psikopaedagogis dalam bingkai budayaIndonesia dan religius.
•Arah Bimbingan Konseling mengembangkan kompetensi siswa untuk mampu memenuhi tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
•Membantu siswa agar mampu mengatasi berbagai permasalahan yangmengganggu dan menghambat perkembangannya.
            Pelayanan bimbingan dan konseling adalah salah satu bagian integral daripelayanan pendidikan di sekolah yang harus selalu dikembangkan. Untuk efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah perlu dilakukanpendekatan individual, kelompok, dan klasikal secara terpadu. Untuk itulahdukungan sarana dan prasarana serta pembinaan dari instansi terkait dipandangsangat urgent guna mengubah paradigma bahwa layanan bimbingan dan konselingtidak hanya mengatasi masalah saja, melainkan lebih pada optimalisasi potensi.
D.      Trilogi Profesi Pendidik
            Dalam UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2 dan UU No.14 Tahun 2005Pasal 1 Butir 4. dijelaskan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional”, dan“profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang danmenjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu sertamemerlukan pendidikan profesi”
            Dalam peraturan tersebut seorang pendidik dituntut untuk bekerja secaraprofesional. Untuk menjadi seorang pendidik yang profesional, ataupunprofesional dalam bidang apapun, seseorang harus menguasai dan memenuhiketiga komponentrilogi profesi, yaitu :
1). Komponen dasar keilmuan
            Komponen dasar keilmuan, memberikan landasan bagi calon tenagaprofesional dalam wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikapberkenaan dengan profesi yang dimaksud.
2). Komponen substansi profesi
            Komponen substansi profesi, membekali calon profesional apa yang menjadifokus dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya.
3). Komponen praktik profesi
            Komponen praktik profesimengarahkan calon tenaga profesional untuk menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan atau pelanggan secara tepat dan berdaya guna.
Daftar pustaka
Mugiarso, Heru. 2012. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Universitas Negeri  Semarang Press.
Prayitno dan Erman Amti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Walkito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling (Studi da

No comments:

Post a Comment